wisata bandung – Lagu perjuangan Bandung Lautan Api memang cocok di sematkan pada kota berhawa sejuk yang dijuluki sebagai Kota Kembang ini. Tidak hanya dikenal sebagai kota yang mempunyai banyak tempat wisata, Bandung juga dikenal mempunyai tempat wisata sejarah yang sangat menarik.
Banyaknya peristiwa penting yang terjadi di Kota bandung pada masa lalu banyak mewarnai perjalanan sejarah yang ada, terutama peninggalan berupa monumen maupun bangunan yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.
Selain berwisata, menelusuri rekam perjuangan pemuda bangsa, khususnya di kota Bandung, bisa menjadi sarana menambah wawsan serta lebih memupuk semangat untuk menjaga persatuan dan kesatuan sekaligus mencintai warisan sejarah yang tidak ternilai harganya.
Di bawah ini adalah 11 tempat bersejarah yang menjadi bagian dari obyek wisata Bandung yang bisa tujuan dan referensi saat sedang berada di kota Bandung.
1. Jalan Asia-Afrika Bandung
Salah satu jalan tertua di Kota Bandung ini, menjadi bagian dari obyek wisata bandung yang bersejarah, khusunya ketika terjadi peristiwa Konferensi Asia – Afrika ( KAA ) dilaksakan di Kota Bandung.
Kawasan ini juga menjadi saksi bisu atas perjungan rakyat Bandung dalam upayanya meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda. masih di kawasan ini pula, terdapat bangunan bersejarah yang hingga kini masih bisa disaksikan seperti Gedung Merdeka, Masjid Raya Bandung, Akun – alun kota hingga Hotel Savoy Homann yang legendaris.
2. Hotel Savoy Homann Bandung
Salah satu hotel bintang emapt yang juga menjadi saksi sejarah di kawasan jalan Asia-Afrika adalah Hotel Savoy Homannv yang sangat dikenal dengan desain arsitekturnya yang khas dan deretan tamu – tamunya.
Sejarah dari hotel ini berawal dari Hotel Homann milik keluarga Homann, yang juga dikenal akan sajian kuliner lezatnya yang bernama rijsttafel. Hingga pada tahun 1939, bangunan tersebut dirancang dengan meniru desain gelombang samudera oleh Albert Aalbers yang diberikan sentuhan bergaya art deco.
Seiiring dengan kebutuhan zaman, penambahan kata “Savoy” disematkan pada bangunan hotel pada tahun 1940 untuk menunjukan eksistensinya. Hal tersebut berlanjut hingga era 1980-an, dimana telah dilakukan perombakan pada bangunan hotel tersebut.
Demi kenyamanan tamu yang berkunjung, maka dilakukan penambahan AC di depan, meletakan toliet di jalan masuk hingga memperbesar ukuran daun pintu. Karena memiliki pekarangan dalam sendiri dan lokasinya yang jauh dari jalan raya, banyak tamu yang betah menginap dan sarapan pagi dengan tenang di udara terbuka.
Pada saat Indonesia telah memperoleh kemerdekaanya dari penjajah Belanda, Hotel Homann Savoy ini diambil alih oleh pelaku bisnis hotel lainnya yaitu Grup Hotel Bidakara. Pengambil alihan hotel legendaris ini menambahkan nama Bidakara pada hotel tersebut yang kini menjadi Savoy Homann Bidakara Hotel.
3. Kilometer 0 Bandung
Obyek wisata bandung yang menarik lainnya adalah sebuah tugu yang bertuliskan “BDG 0”. Jika dilihat secara seksama, tugu tersebut merupakan penanda, bahwa lokasi di tempat berdirinya tugu tersebut merupakan Kilometer Nol sekaligus sebagai tanda pusat dari Kota Bandung.
Tugu yang terletak di Jalan Asia – Afrika tersebut mempunyai latar belakang sejarah yang berkaitan dengan pembangunan jalan raya antara Anyer dan Panarukan. Pada masa itu, proyek tersebut di kendalikan oleh seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang bernama H.W. Daendells.
4. Alun-Alun Bandung
Ada banyak hal yang menarik dari obyek wisata Bandung ini, terutama dari sisi sejarahnya di masa silam. Dahulu, ketika kota Bandung baru berdiri, kuda menjadi transportadi andalan yang digunakan untuk mengantarkan surat.
Ada sebuah jalan yang bernama Jalan banceuy yang dahulu bernama Oude Kerkhoffweg karena disna merupakan bekas kuburan China. Lambat laun, lokasi tersebut kini semkain ramai digunakan sebagai pusat penjualan suku cadang mobil dan peralatan listrik.
Alun – alun bandung yang menempati sisi di bagian selatan salah satu jalan raya pos (Grote Postweg) yang lokasinya berdekatan dengan Kantor Pos Besar Bandung, terkadang disebut masyarakat sekitar masih ada, tapi juga tidak ada. Aneh memang.
Masyarakat yang menyebut tidak ada, beranggapan bahwa lokasi yang dimaksud telah tiada dan secara fisik telah digantikan dengan bangunan plaza modern yang menjadi bagian dari Masjid Raya bandung.
Sebaliknya, saah satu obyek wisata bandung yang bersejarah ini disebut oleh sebagian masyarakat masih ada, lantaran mereka jugha menyebutkan tempat ini sebagai Alun – alun Bandung.
Sempat direnovasi beberapa kali oleh pemerintah hingga terakhir dilakukan pada tahun 2014. Hingga pada tanggal 31 Desember pada tahun yang sama, Walikota Bandung yang saat itu dijabat oleh Ridwan Kamil, meresmikan pengunaan Alun – alun Bandung secara resmi.
Dengan luas area taman yang mencapai 1,2000 meter persegi, kawasan obyek wisata bandung ini dilengkapi dengan aneka fasilitas yang memanjakan pengunjungnya. Dilengkapi dengan rumput sintetis, fasilitas pendukung seperti arena bermain anak, perpustakaan hingga jaringan internet melalui WiFi, bisa ditemukan disini.
Disebelah utara alun -alun, terdapat halte bis yang memanjang guna melengkapi fasilitas bangunan yang ada pada Alun – laun tersebut. Selain itu, di kawasan ini pula, banyak terdapat penjaja kuliner dan pedagang aksesoris.
Selain berfungsi sebagai taman hiburan dan sarana berkumpul, disekitar Alun – alun ini juga terdapat berbagai lokasi untuk berbelanja seperti di Jalan Dalem Kaum, Jalan Dewi Sartika, Jalan Otto Iskandardinata, atau Jalan Sudirman.
5. Masjid Agung Bandung
Status Masjid Raya Bandung sebagai masjid bagi provinsi Jawa Barat juga menjadi obyek wisata bandung yang menjadi lokasi wisata sejarah berikutnya. Selain digunakan untuk beribadah oleh umat Islam, Masjid Raya ini juga mempunyai kisah sejarah yang cukup menarik.
Masjid yang juga dikenal sebagai Masji Agung ini memiliki luas tanah keseluruhan mencapai 23.448 m² dengan luas bangunan mencapai 8.575 m² dan mampu menampung sekitar 13.000 jamaah.
Dibangun pertama kali pada tahun 1810, Masjid Raya Bandung ini mengalami dealapn kali perombakan pada masa abad ke-19. Berlanjut pada abad ke-20m, bangunan masjid mengalami perombakan sebanyak lima kali.
Baru pada tahun milenium pertama, tepatnya pada tahun 2001, masjid tersebut direnovasi kembali hingga diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat yang saat itu dijabat oleh H.R. Nuriana pada tanggal 4 Juni 2003.
Masjid yang dulunya bercorak khas adat Sunda ,kini telah bersalin rupa dan mempunyai arsitektur yang bercorak khas timur tengah. 2 menara kembar pada sisi kanan dan kiri masjid yamng mempounyai tinggi mencapai 81 meter, selalu dibuka untuk khalayak umum di pada hari Sabtu dan Minggu.
Penggantian atap masjid dari yang semula berebntuk joglo yang mempunyai ciri khas kebudyaan Sunda, diganti dengan satu kubah besar pada atap tengah yang kini lazim ditemui sebagai bangunan ciri khas dari sebuah masjid.
Selain itu, pada bagian yang lebih kecil yang terdapat pada atap sebelah kiri dan kanan masjid, material pembuatannya menggunakan bahan dari batu alam dengan kualitas tinggi. Selain nuansa religi, Masjid Raya Bandung juga bisa menjadi sarana wisata sejarah kota Bandung yang menarik.
6. Gubernuran Bandung
Salah satu bangunan yang sarat dengan nilai sejarah adalah Gedung Pakuan atau biasa disebut juga sebagai Gubernuran. Proses dibangunnya gedung ini pada tahun 1864 hingga selesai pada tahun 1867, merupakan perintah dari Gubernur Jenderal Ch.F. Pahud.
Kronologi sejarah awal mula dibangunnya gedung ini disebabkan oleh pemindahan Ibukota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung. Namun, pemindahan tersebut baru benar – benar terlaksana oleh residen Van der Moore. Pemindahan ini juga disebabkan oleh bencana alam meletusnya Gunung Gede yang memporak – porandakan Kota Cianjur.
Gedung Pakuan berhasil dibangun dengan mengerahkan pasukan Genie Militair, Belanda, yang juga disokong oleh Bupati Bandung ke-8, R.A Wiranatakusumah. Bupati yang juga dikenal sebagai Dalem Bintang R.A. Wiranatakusumah merupakan Bupati yang menjabat pada periode 1846 hingga 1847.
Dalam prosesnya, R.A. Wiranatakusumah banyak mengerahkan tenaga penduduk lokal yang diambil dari kampung Babakan Bogor dan Balubur Hilir untuk menyelesaikan pembangunan gedung tersebut. Sebagai imbalan atas jasa mereka, penduduk yang terlibat pengerjaan gedung tersebut dibebaskan dari biaya pajak.
Salah satu bentuk yang eksotis dari Gedung Pakuan ini adalah arsitektur yang digunakan menggunakan gaya Indische Empire Stijl yang sangat berkelas. Gaya arsitektur bangunan gedung ini juga sangat diminati oleh Jenderal Herman Willem Daendels.
Perancang Gedung Priangan yang monumental ini adalah seorang Insinyur yang merupakan kepala dari Departement van Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W), yang juga seorang staff dari Residen Van Der Moore.
Gedung Pakuan yang digunakan sebagai tempat berdinas dari Residen pertama yang memerintah Kota bandung, merupakan sebuah bangunan bersejarah dan menjadi warisan cagar budaya yang harus dilestarikan keberadaanya. Saat ini, bangunan tersebut difungsikan sebagai rumah dinas dari Gubernur Jawa Barat.
7. Stasiun Pusat Kereta Api Bandung
Sejarah mencatat, bahwa ide awal pembangunan Stasiun Bandung mempunyai kaitan yang erat dengan dibukanya areal perkebunan di sekitar wilayah Bandung dan sekitarnya. Proyek pembangunan stasiun ini dimulai pada tahun 1870.
Pada tanggal 17 Mei tahun 1884, Stasiun Bandung diresmikan oleh pemerintahan yang kala itu dijabat oleh Bupati Koesoemadilaga. Di saat yang bersamaan, jalur kereta Api jurusan Batavia ke Bandung melalui Bogor dan Cianjur juga dibuka.
Pembukaan jalur kereta api ini sangat menguntungkan para pemilik perkebunan (Preangerplanters), dimana melalui jalur ini, mereka bisa mengirimkan hasil perkebunannya dengan cepat menuju Batavia.
Selain itu, untuk menunjang pengiriman hasil perkebunan, dibangunlah beberapa gudang penimbunan barang yang berdekatan dengan Stasiun Bandung seperti jalan Cibangkong dan Cikudatapeuh, maupun derah – daerah seperti Kosambi, Kiaracondong, Braga, Pasirkaliki, Ciroyom dan Andir.
Pembangunan gudang – gudang tersebut akan digunakan untuk menyimpan hasil dari perkebunan untuk diangkut kemudian dengan menggunakan kereta menuju ke Batavia (Jakarta masa kini).
Pada tanggal 1 November 1984, para pengusaha dan pemilik perusahaan perkebunan gula yang bersala dari Jawa Tengah dan Jawa Timur (Suikerplanters), menyewa gerbong kereta menuju Bandung setelah rute Bandung menuju Surabaya diresmikan.
Keberangkatan para Suikerplanters tersebut untuk menghadiri Kongres Pengusaha Perkebunan Gula di Surabaya yang diselenggarakan pada tahun 1896. Kongres tersebut diprakarsai oleh dewan Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula (Bestuur van de Vereniging van Suikerplanters).
Seni bangunan bergaya Art Deco tampaknya menjadi favorit para arsitek pada masa silam. Hal ini dapat ditemukan Pada Stasiun Bandung, yaitu hiasan kaca patri beton pada bagian selatan Stasiun. Arsitek FJA Cousin yang telah berjasa menjadi kreator seni tersebut dalam upayanya memperluas bangunan lama Stasiun Bandung pada tahun 1909.
Stasiun Bandung mulai membuka rute yang menghubungkan Bandung-Rancaekek-Jatinangor-Citali pada tahun 1918. Berselang satu tahun kemudian, rute Bandung-Citeureup-Majalaya dibuka. Pada tahun 1921, pada jalur yang sama, rute Citeureup-Banjaran-Pegalengan resmi dibuka.
Jalur Bandung menuju Kopo resmi dibuka pada tahun 1918 untuk melayani jalur yang menuju ke perkebunan teh. Menyusul rute ke Ciwidey pada bulan Maret 1921. Sejarah merekam pada saat itu, koran Belanda yang bernama Javabodie menulis, euforia masyarakat yang merayakan peresmian Stasiun Bandung yang dilakukan selama 2 hari berturut – turut.
Perekonomian Kota Bandung yang maju pesat pada masa itu merupakan hasil dari komoditas perkebunan rakyat seperti kina, teh, kopi dan karet. Hasil – hasil bumi tersebut didistribusikan dengan cepat menggunakan kereta api sebagai alat transportasi utama.
Dengan prestasi yang demikian, Stasiun Bandung mendapatkan penghargaan dari pemerintah kota berupa sebuah monumen yang dibangun persis di depan stasiun, pada peron di bagian selatan.
Monumen tersebut dihiasi oleh lentera yang berjumlah 1.000 lentera yang merupakan rancangan Ir. EH De Roo. Pada tahun 1990, tugu tersebut diganti oleh monumen lokomotif uap seri TC 1008 yang merupakan replika dari bentuk aslinya.
Dibalik kisah sejarahnya yang panjang dan mengesankan, Stasiun Bandung menjadi daya tarik yang atraktif bagi pengunjung dan menjadi bagian dari rangkaian perjalanan menjelajah wisata Bandung.
8. Villa Isola Bandung
Bangunan ini terletak di dalam Universitas Pendidikan Indonesia. Gedung ini dirancang oleh C.P. Wolff Schoemaker. Villa Isola memang nampak indah dan asri. Gedung yang sempat menjadi hotel ini dijadikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru apda tahun 1953 oleh Kementrian Pendidikan.
Gaya arsitektur bangunan yang bercorak art deco banyak ditemui pada bangunan dan gedung di setiap obyek wisata bandung, khususnya wisata sejarah. Salah satu contohnya adalah Villa Isola yang kini digunakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Bangunan yang terletak di kawasan pinggiran utara Kota Bandung. ini, berlokasi pada dataran tanah yang tinggi. Mulai dibangun pada tahun 1933, bangunan mewah ini merupakan sebuah rumah tinggal milik seorang konglomerat Belanda yang bernama Dominique Willem Berrety.
Tak lama kemudian, bangunan megah ini berpindah pemilik alias dijual kepada pemilik barunya, yaitu Hotel Savoy Homann. Hingga kini, gedung tersebut digunakan olek pihak rektorat UPI (dulu IKIP) sebagai kantor.
9. Jalan Braga Bandung
Salah satu jalan yang legendaris di Kota kembang ini merupakan sebuah jalan yang menjadi obyek wisata bandung yang cukup menarik dan sarat dengan nilai dan kisah sejarah didalamnya.
Mulai dari era 1920-an era 1920-an hingga era 1930-an, Jalan Braga dikenal memiliki deretan bangunan kuno yang eksotis dan menarik. Di kawasan yang juga mendapatkan gelar “The Most Fashionable Street in The East Indies” pada zaman kolonial dan merupakan surganya wisata dan belanja bagi para pelancong.
Pada masa awalnya, Jalan Braga ini dikenal sebagai jalan, karena daerahnya sangat rawan dengan kegiatan kriminal tersebut. Selain itu, kawasan jalan ini juga dikenal luas dikalangan orang – orang Belanda sebagai Jalan Pedati (Pedatiweg) pada era 1900-an.
Lambat laun, Jalan Braga mulai ramai terisi oleh para pengusaha Belanda yang mendirikan toko, bar, hingga tempat hiburan. Berganti pada era 1920-1930-an, baru mulai bermunculan toko – toko pakaian dan butik (boutique) yang berkiblat pada mode yang ada di kota Paris, Perancis.
Selain itu, keberadaan gedung Societeit Concordia yang terkenal dengan pengunjungnya yang dikhususkan dari kalangan elite Belanda, berdirinya Hotel Savoy Homann yang eksklusif dan deretan bangunan berkelas lainnya, membuat Jalan Braga semakin terkenal dan termahsyur.
Dibalik gemerlapnya Jalan Braga pada era kolonial Belanda, kawasan ini juga secara tidak langsung berkembang menjadi kawasan remang – remang alias pelacuran yang dikenal luas luas di kalangan turis asing. Dari siniliah istilah Bandung Kota Kembang berasal.
10. Gedung Merdeka Bandung
Pada tahun 1926, Van Galen Lasr dan C.P Wolff Schoemaker yang merupakan Guru Besar Technische Hoogeschool te Bandoeng ( kini Institut Teknologi Bandung) yang juga merupakan seorang arsitek, merancang sebuah bangunan serbaguna yang sangat megah.
Kemegahan gedung ini terlihat dari struktur rancangannya yang sangat luas, penggunaan marmer yang berkilau buatan italia sebagai lantainya, ruangan yang difungsikan sebagai ruang untuk bersantai sembari minum – minum yang terbuat dari kayu cikenhout, ditambah dengan lampu kristal hias sebagai pemanis ruangan yang tergantung dan terlihat gemerlap.
Dengan luas areal mencapai 7.500 m2, pertama kali dibangun pada tahun 1895, bangunan ini dinamakan Sociƫteit Concordi, yang digunakan sebagai sarana berkumpul para pembesar, perwira, pegawai perkebunan belanda dan pengusaha Belanda yang ada di Kota Bandung.
Di tahun 1926, bangunan megah ini direnovasi ulang secara keseluruhan oleh Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van Gallen dan rekan – rekannya. Karena gedung ini digunakan untuk berkumpul para elite Belanda pada masa itu. Pada malam harinya, gedung ini penuh dengan keriuhan oleh mereka yang sedang berpesta, berdansa, menonton pertunjukan kesenian hingga makan malam.
Hingga beralih masa pada pendudukan penjajah Jepang, bangunan gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman yang berfungsi sebagai pusat kebudayaan. Pada saat peristiwa proklamasi kemerdekaan Indoenesia tanggal 17 Agustus 1945, di gedung ini pula, oleh para pemuda Indonesia kemudian menjadikannya sebagai markas komando yang bertujuan merebut kekuasaan dari penjajah Jepang yang masih tersisa.
Setelah pulih dari penjajahan dan kondisi pemerintahan Indonesia telah terbentuk pada periode 1946 hingga 1950, gedung concordia ini difungsikan kembali sebagai tempat untuk menggelar pertemuan umum oleh pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa Barat.
11. Gedung Konvensi Landmark Bandung
Kota wisata Bandung yang penuh dengan bangunan bersejarah pada masa penjajahan kolonial Belanda, menyisakan berbagai peninggalan penting yang keberadaannya bisa disaksikan hingga di zaman modern.
Salah satu dari gedung bersejarah tersebut adalah Gedung Konvensional Landmark yang terletak di kawasan Braga, Kota Bandung. Gedung yang kini termasuk cagar budaya sejarah yang dilestraikan keberadaanya, mempunyai cerita sejarah yang unik untuk diungkap.
Ketika Indonesia menjadi jajahan pemerintah kolonial Belanda, bangunan yang kini dikenal sebagai Gedung Landmark itu, dulunya merupakan bangunan toko buku yang bernama Van Dorp yang didirikan sejak tahun 1922 hingga medio tahun 1960-an.
Memasuki tahun 1970, toko buku Van Dorp ditutup dan beralih fungsi menjadi gedung bioskop. Sejak dari saat itu, Gedung Landmark tersebut berubah – ubah fungsinya penggunaannya, meski dari segi bangunan tidak ada perubahan yang mencolok.
Di era modern saat ini, Gedung Landmark berubah menjadi gedung serbaguna yang memiliki banyak fungsi dan kegunaan. Salah satu kegiatan yang sering diselenggarakan adalah pesta pernikahan maupun kegiatan resmi lainnya seperti pameran dan bazaar.
12. Gedung Sate Bandung
Kota Wisata Bandung yang berhawa sejuk, mempunyai sebuah bangunan yang disebut dengan Gedung sate. Gedung eksotis yang kental dengan nilai sejarah dan seni tersebut, menjadi ciri khas yang ikonik dari Kota yang mempunyai sebutan Priangan tersebut.
Gedung Sate yang mulai didirikan pada tahun 1920 tersebut, mempunyai ciri khas berupa ornamennya yang mempunyai arsitektur tusuk sate pada menara utama yang terletak di tengah gedung.
Bangunan berwarna putih ini juga disebut sebagai Gouvernements Bedrijven (GB), pada masa penjajahan kolonial Belanda. Prosesi peletakan batu pertama dalam pembangunannya dilakukan oleh Johanna Catherina Coops yang merupakan puteri sulung dari Walikota Bandung, B. Coops. dan Petronella Roelofsen sekaligus mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum.
Selain dihadiri oleh tokoh dan pejabat elite pada masa itu, pembangunan Gedung Sate ini merupakan hasil kolaborasi yang telah direncanakan dengan matang oleh tim arsitek Hindia Belanda.
Tim arsitek tersenut beranggotakan Ir. J.Gerber yang merupakan seorang arsitek muda lulusan Fakultas Teknik Delf Nederland, Ir.Eh.De Roo dan Ir.G. Hendriks dan didukung oleh pihak dari Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors.
Selain para arsitek Belanda tersebut, pengerjaan bangunan gedung ini juga banyak melibatkan pekerja pribumi dan China, dengan jumlah total hingga 2000 pekerja. Pekerja dari China yang dipekerjakan mencapai 150 orang dengan keahlian sebagai pengukir kayu dan batu nisan.
Sementara itu, dari pihak pribumi, banyak yang didatangkan dari Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok. Mereka bertugas sebagai tukang batu dan kuli aduk bahan bangunan.
Arsitektur Gedung Sate yang mempunyai nuansa tradisional khas Indonesia ini, tidak lepas dari tangan dingin arsitek Ir. J.Gerber dan timnya, serta masukan dan arahan dari maestro arsitek Belanda yaitu Dr.Hendrik Petrus Berlage. Pada medio 1980-an, Gedung sate lebih dikenal sebagai Kantor Gubernur dan digunakan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat.
Gedung Sate di masa kini telah menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang mempunyai nilai seni dan historis yang tinggi. Tidak salah jika bangunan ini menjadi ikon dari Kota Bandung yang banyak menyita perhatian masyarakat.
13. Grand Hotel Preanger
Grand Hotel Preanger yang dahulu pernah menjadi hotel kelas atas pada zaman penjajahan kolonial Belanda ini, merupakan salah satu bangunan bersejarah yang terdapat di Kota Bandung.
Bangunan hotel tersebut awalnya adalah sebuah toko yang menyediakan aneka kebutuhan bagi warga Belanda, khususnya para Priangan planters atau pemilik usaha perkebunan dan pertanian yang ada di sekitar Kota Bandung.
Tahun 1884 merupakan tahun keemasan bagi industri pertanian dan perkebunan yang berhasil dikelola oleh para Priangan Planters. Mereka yang bergelimang kesuksesan, mulai sering mendatangi Kota Bandung untuk sekedar menginap dan berlibur.
Karena toko yang biasa menyuplai kebutuhan mereka selama berada di bandung gulung tikar, lalu muncul seorang Belanda yang bernama W.H.C Van Deeterkom yang mengubah toko tersebut menjadi sebuah hotel yang diberi nama Hotel Preanger pada tahun 1897.
Bangunan hotel dengan arsitektur bergaya Indische Empire tersebut kemudian berubah nama menjadi Grand Hotel Preanger pada tahun 1920. Hotel yang pernah menjadi simbol kebangaan warga Belanda selama lebih dari seperempat abad tersebut, mengalami proses renovasi dan didesain ulang.
Adalah Prof. Charles Proper Wolff Schoemaker yang melakukan perubahan sekaligus merenovasi dan desain ulang pada bangunan hotel pada tahun 1929. Pada proses pengerjaanya, beliau juga di bantu oleh Ir. Soekarno (presiden pertama RI) yang merupakan murid dari Prof. Charles Proper Wolff Schoemaker.
Hingga kini, Hotel yang telah mengalami banyak pergantian manajemen pengelola seperti N.V Saut, C.V. Haruman dan P.D. Kertawisata. Hingga pada tahun 1987 sampai saat ini. kendali manajemen dipegang oleh PT. Aerowisata dan berganti nama menjadi Prama Grand Preanger pada tahun 2014.
Merasakan kembali nuansa elegan ala masyarakat kelas atas di zaman kolonial pada masa lalu, bisa ditemukan pada hotel legendaris ini. Bangunan bersejarah yang kini menjadi bagian wisata Bandung ini tentu menjadi wisata sejarah yang menarik di Kota Bandung.